Jumat, 17 Juni 2011

KEMULIAAN SIKAP MEMAAFKAN

Sahabat, tahukah kisah saat Rasulullah menolak bantuan yang ditawarkan malaikat Jibril untuk menimpakan gunung kepada masyarakat Thaif yang telah menghina Rasulullah dan para sahabat? Kala itu, Rasul membalas perlakuan masyarakat Thaif dengan memaafkan mereka. Sebuah sikap bijak yang menjadi salah satu bukti betapa Rasulullah sangat pemaaf. Kisah lain yang menunjukkan kemuliaan Rasulul dalam hal memaafkan adalah saat beliau menjadi orang pertama yang menjenguk seorang Quraisy kala sakit, meski sebelumnya tak bosan-bosannya meludahi Rasulullah setiap hari. Sungguh Allah-lah yang mampu memelihara hati sedemikian suci, jiwa sebegitu besar.

Memaafkan, menjadi kata yang yang mudah diucapkan, namun teramat sulit untuk dilakukan. Sulit sekali rasanya untuk memaafkan, meskipun memaafkan menjadi jalan untuk melupakan yang sudah terjadi,

Andrew Matthews, penulis buku Being Happy, menuliskan bahwa dengan tidak memaafkan orang yang menyakiti kita, satu-satunya orang yang akan dirugikan adalah diri kita sendiri. Tidak memaafkan berarti akan menghancurkan hidup kita. Dengan memaafkan seseorang, bukan berarti kita menyetujui apa yang mereka lakukan, kita hanya menginginkan hidup kita berjalan terus. Hal yang sebenarnya sudah dicontohkan oleh Rasulullah Saw berabad-abad lalu. Dibalasnya orang yang meludahi beliau setiap hari dengan kunjungan dikala orang itu sakit. Sebuah kemuliaan sikap cerminan pribadi berjiwa besar.

Seorang dokter di Amerika, Gerald Jampolsky bahkan mendirikan sebuah pusat penyembuhan terkemuka dengan menggunakan satu metode tunggal, yaitu rela memaafkan. Upaya ini dilatarbelakangi pengetahuannya bahwa sebagian besar masalah yang kita hadapi dalam hidup bersumber dari ketidakmampuan kita untuk memaafkan orang lain.

Merenungi makna subhanallah, kita tahu bahwa hanya Allah Swt yang Maha Suci, sementara manusia adalah tempat salah dan alpa. Seorang bijak pernah berkata, kesempurnaan manusia adalah dengan ketidaksempurnaannya. Berkaitan dengan memaafkan, Allah Swt berfirman dalam Qur’an Surat Ali Imran ayat 134: “... dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang”. Dengan demikian, Allah Swt menyukai orang-orang yang menahan amarah dan memaafkan orang lain.

Memaafkan, bukan hanya merupakan sikap yang mulia sesuai dengan pesan Nabi Muhammad Saw, tapi juga baik bagi kesehatan dan memberikan ketenangan pada jiwa. Hidup kita mudah-mudahan akan berjalan dengan lebih baik karena kita tidak disibukkan dengan perasaan kecewa dan sakit hati atas perbuatan orang lain. Seperti yang dicontohkan Nabi, memaafkan seseorang tidak akan menurunkan derajat orang yang memaafkan di mata orang yang melakukan kesalahan. Memaafkan, baik bagi orang lain, terutama juga baik bagi diri sendiri.

Bila sedemikian pentingnya peran memaafkan ini, mengapa kita begitu sulit untuk memaafkan orang lain? Mudah-mudahan, kita diberi-Nya kelapangan hati untuk memaafkan orang lain. Dan juga jangan lupa untuk meminta maaf atas semua kesalahan dan kekhilafan yang telah kita lakukan kepada orang-orang disekitar kita. Mudah-mudahan bermanfaat untuk kelangsungan hidup kita...

M4DR1T1212

Daftar pustaka:

- Lima menit saja

-Being Happy, Matthews Andrew

Rabu, 15 Juni 2011

Telaga atau Samudra

Menjadi Telaga atau Samudera

Adib Nurhadi

Sungguh

Cinta mengubah

yang pahit menjadi manis

Debu beralih emas

Keruh menjadi bening

Sakit menjadi sembuh

Penjara menjadi telaga

Derita menjadi nikmat

Dan kemarahan menjadi rahmat

Cintalah yang melunakkan besi

Menghancur-leburkan batu karang

Membangkitkan yang mati

Dan meniupkan kehidupan padanya

Serta membuat budak menjadi pemimpin

(Jalaluddin Rumi)

Dalam renungan panjang dan pencarian yang tiada henti, tiba-tiba teringat

kembali sesuatu yang begitu berkesan mengenai sebuah tulisan yang judulnya

kira-kira sama. Ada yang perlu saya bagikan pada siapa pun. Karena pada

prinsipnya, kelegaan yang paling dalam adalah ketika kita mampu berbagi sesuatu yang

berkesan dengan tanpa jarak kesadaran akan hakikat kebaikan. Yang barangkali, jika

diterima mampu memberi manfaat, atau paling tidak, kesadaran—yang terkadang bagi

sebagian kita menjadi begitu menutupi—lantaran bangunan-bangunan bertembok tebal

begitu kuat kita dirikan untuk mengurung dari segala sisi penemuan yang didapatkan oleh

orang lain. Bisa jadi ini penting, karena, laksana sebuah pohon yang ditumbuhkan dalam

ruang, dengan penjara pot bagi akar-akarnya dan di bawah atap bagi daun-daunnya, akan

berbeda jauh pertumbuhannya dengan pohon yang dengan merdeka tumbuh di alam.

Memungkinkan dirinya dapat bersentuhan langsung dengan panas matahari, dalamnya

bumi bagi akar-akarnya, dan udara bebas bagi gerai daun-daunnya. Seperti cerita yang

pernah ditulis oleh Miranda Risang Ayu:

Konon jauh dipedalaman belantara, ada sebuah telaga. Kerimbunan pohon memayungi tepinya,

kerapatan perdu menyembuyikannya kecantikannya. Beberapa ekor rusa anggun bertekuk lutut melipat

kakinya, burung-burung membuat sarang di kanan-kirinya. Beberapa pucuk daun jatuh menyapa

permukaannya, dan telaga itu beriak-riak membentuk lingkaran terus membesar sampai tepi-tepi yang

kemudian hilang. Terdengar keributan hewan-hewan di sekitarnya, tetapi sayup-sayup. Suara yang

paling nyata adalah desiran angin di atasnya, atau bunyi katak terjun menyelami kedalamannya. Atau

sama sekali lenggang, ketika angin beristirahat bersama lelapnya alam sekelilingnya.

Telaga itu begitu tenang. Cuma ada riak-riaknya. Permukaanya yang bening mampu

membuat langit dan isi alam sekelilingnya dapat berkaca. Telaga itu di mana? Di bukubuku

cerita peri yang sedang mengaso bersama kupu-kupu bersayap indah dan bersama

kelinci-kelinci lucu? Atau berada pada legenda di ujung pelangi saat para bidadari turun

mandi? Atau dalam cerita pewayangan tempat para ksatria memulai tapa brata?

Telaga itu, di mana pun, ada sungguhan atau tidak ada, sering begitu nyata dalam

bangunan imajinasi manusia. Karena ketersembunyiannya, kesahajaanya, ketenangannya,

tentu saja telaga paling banyak dicari bagi pengembara yang letih kehausan, yang terletak

jauh di balik belantara, jauh di balik bumi, jauh di balik kedalaman jiwa.

Telaga siapakah? Jika Anda sedang lelah, telaga menjadi tempat terbaik untuk beristirahat

dengan semilir anginnya. Jika Anda sedang haus, telaga sangat baik untuk direguk karena

kesejukan dan higienis airnya begitu alami. Jika Anda merasa hampa, telaga adalah cermin

tempat ditemukanya kembali makna-makna. Telaga sendiri adalah sunyi yang cukup bagi

dirinya sendiri, ketika Anda tengah kehilangan orientasi dan sepi di tengah hiruk pikuk

kesibukan. Personifikasi telaga dapat bermacam-macam. Bisa orangtua, pasangan hidup, murabbi, kiai, ustadz, atau orang yang paling dekat di hati kita. Sebagian mereka adalah tamsil bagi telaga yang nyata. Namun, sebagian mereka ada yang menuntut agar telaga terpersonifikasi

senyata-nyatanya.* * * *

Seorang rekan yang berprofesi sebagi aktivis mengenyakkan badannya di emper sebuah

kampus. Senja itu hampir saja datang dengan iringan angin sepoi yang sejuk. Udara sejuk

masih ada, sesejuk air telaga. Lalu aktivis itu berkata pada dirinya sendiri, “ Aku sebel

dengan diriku sendiri, tetapi aku begitu capek harus selalu menjadi telaga….”

Oh, para aktivis penyampai idealisme dan kebenaran, apa kata dunia jika kalian ogah

menjadi telaga bagi sesama? Padahal, kalian diamanatkan Tuhan cinta—cinta yang tulus,

yang memberi tanpa pamrih, yang tidak mengambil, kecuali ala kadarnya, yang tenang dan

menenangkan.

Berbagai cerita kartun sampai nilai adat-istiadat mendukung tuntunan bahwa seorang yang

berjiwa besar harus memiliki dan mampu memberi telaga di tengah hutan pada siapa pun,

sehingga keberadaanya jauh memberi rasa nyaman dan aman. Seorang yang berjiwa besar

atau yang sedang berupaya mendapatkan kebesaran jiwa, harus terus berlatih menjadi

telaga yang ketenangannya tidak terusik oleh kebisingan dan hiruk pikuk di sekelilingnya,

sehingga setiap orang—bahkan dirinya sendiri—akan terus mencari. Dan sejuk

dihampirinya. Seseorang yang telah mendapatkan sentuhan kebenaran, konsekuensinya menyampaikan kebenaran pada yang lain, mewarisi kebeningan hati. Ia harus mampu menyederhanakan puluhan kalimat menjadi satu-dua kata, memeras kata-kata menjadi makna, dan membagikannya seperti membagikan segelas es teh pada siapa saja yang dahaga, tanpa

memandang bangsa, suku, perbedaan ideologi, perbedaan afiliasi politik, bahkan perbedaan agama! Ia harus selalu memberi ketenangan dan kesejukan.

Namun telaga manusia tidak berada di balik bajunya. Ketelagaan seseorang ada di balik

hatinya. Dan betapa kecilnya telaga itu. Ia bisa saja kering ketika kemarau panjang datang.

Atau kelebihan air ketika musim hujan datang, ia akan mengalirkannya ke lautan.

Karenanya, biar saja setiap orang, lebih-lebih yang mengaku aktivis penyampai jalan

kebenaran itu lelah jadi telaga. Dia jujur dan mengenali kelelahannya, itu yang penting. Dia

pun tidak wajib menyodorkan segelas es teh, tetapi juga berhak mendapatkan segelas es

teh. Selain itu, menjadi sebuah telaga bukan akhir dari proses untuk “menjadi”.

“Kenapa tidak menjadi samudera saja?” Barangkali itu yang akan kita tanyakan.

Samudera itu luas. Kandungannya banyak. Nelayan-nelayan mencari ikan di dalamnya,

orang mengebor minyak bumi di lepas pantainya, membangun kota-kota pelabuhan di tepinya, dan berlayar di atasnya. Para penemu benua baru mengalami proses kematangan mental terpenting dalam hidupnya setelah mengarungi keluasannya. Memang, samudera tidak sejernih dan setenang telaga yang indah karena kecilnya, tetapi sering membuat orang terperangah dan kecut karena keluasannya. Jika badai terjadi di tengah samudera, kapal-kapal kecil tinggal menunggu kehancurannya. Jika badai raksasa datang menggulung, bahkan kota-kota yang ada di sekelilingnya pun bisa hilang dalam sekejap. Namun, telaga bisa kering, dan makhluk di sekitarnya pun bisa mati kehausan kelaparan.

Jika telaga ada di balik hati, samudera kemanusiaan pun tampaknya susah untuk ditunjuk

oleh sebuah kalimat. Ini lantaran keluasannya dan kedalamannya. Seorang yang ikhlas

menemukan samudera di ujung amal kesehariannya yang diniatkan secara tulus karena

Allah semata. Tetapi, seorang perindu Allah dapat juga menemukan samuderanya

bersamaan dengan kehadiran seseorang yang ikhlas menerimanya. Samudera itu dapat

bersama dengan hadirnya seorang sahabat perempuan atau lelaki, atau bahkan anak-anak

seusia yang belajar alif, ba, ta, di TPA. Karena samudera kemanusiaan amat berdimensi

Ilahi. Bahkan dalam tingkat kesujudan tertentu, samudera kemanusiaan adalah Allah

sendiri yang luas dan dalamnya tak terbatas.

Menyamudera adalah proses tanpa akhir, karena akhirnya adalah samudera itu sendiri.

Menyamudera adalah proses yang lebih jujur dan dinamis, dan menantang daripada

menjadi telaga. Karena pada saat itu manusia tidak sedang unjuk kekuatan dan segala

atribut kepentingan, tetapi sedang sedang berjalan menuju-Nya.

Menjadi telaga atau samudera pada dasarnya adalah pilihan bebas bagi siapa saja; atau

justru dipilih kedua-duanya. Telaga dalam diri kita tidak harus kita cari dalam kedalaman

spiritual. Tetapi terkadang dalam kesahajaan dan kesederhanaan yang dilandasi dengan

kesadaran spiritual. Untuk menjadi telaga atau samudera sama-sama harus mengubah diri

kita menjadi air terlebih dahulu, menepati ruang, sesuai dengan tempatnya, transparan

meskipun air tidak harus mengubah dirinya menjadi benda lain. Air telaga dan samudera

adalah air yang keberadaannya berasal dari air-air mengalir yang bisa jadi memerlukan

proses panjang berliku. Justru dengan proses inilah, kematangan dan kearifan hidup dapat

dicapai. Proses panjang untuk menuju proses menjadi inilah yang menurut Jalaluddin

Rummi sebagai proses ‘cinta’, karena segala eksistensi yang berjalan menuju-Nya adalah

sebuah perjalanan kekal. Hanya dengan cintalah diri kita akan mampu berubah menjadi

telaga atau samudera.

Dan pada akhirnya, bagi siapa saja yang dalam dirinya tersemai kesadaran melakukan

perbaikan, baik bagi dirinya maupun orang lain, dengan apa yang selama ini kita sebut

dakwah dalam dimensi sosial keagamaan, senantiasa dituntut untuk memiliki ketenangan

dan semangat yang mengerakkan. Ia harus menjadi telaga atau samudera. Atau ia harus

menciptakan kedua-duanya dalam kesadaran di balik dadanya. (Dip)

Sumber : Refleksi Digital Journal Al-Manär Edisi I/2004

Copyleft 2004 Digital Journal Al-Manär

Senin, 06 Juni 2011

Makan Bambu Muda Bisa Langsing dan Tak Mudah Kena Kanker

Jakarta, Dibanding sayuran lain seperti sawi atau brokoli, bambu muda alias rebung terdengar kurang bergengsi. Namun dilihat dari kandungannya, makan rebung bisa memberikan banyak manfaat mulai dari menurunkan berat badan hingga mencegah kanker.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety mengungkap, rebung banyak mengandung antioksidan. Kandungan ini bisa menangkal radikal bebas, senyawa berbahaya yang bisa memicu pertumbuhan kanker.

Menurut penelitian tersebut, jenis antioksidan yang terdapat dalam rebung adalah fitosterol. Ilmu pengobatan tradisional China mengatakan, herbal dengan kandungan ini juga bisa dimanfaatkan untuk menurunkan kadar kolesterol jahat dalam darah.

Selain antioksidan, kandungan serat yang tinggi pada rebung juga bisa mengurangi risiko kanker khususnya di saluran pencernaan. Di dalam usus, serat bisa berfungsi sebagai sikat yang akan menyingkirkan berbagai pengotor sekaligus pemicu kanker.

Bagi yang sedang berusaha melangsingkan tubuh, serat membuat perut terasa kenyang lebih lama sehingga nafsu makan lebih mudah dikendalikan. Serat juga sulit atau kadang bahkan tidak bisa dicerna oleh tubuh sehingga tidak akan membuat gemuk.

Dalam menunjang program diet, kelebihan lain dari rebung adalah kandungan lemak dan gulanya yang rendah. Sebagai gantinya, sayuran ini banyak mengandung protein yang berfungsi untuk menjaga kesehatan sel-sel di dalam tubuh supaya bisa berfungsi dengan baik.

Meski banyak manfaatnya, konsumsi rebung sebagai sayuran hanya populer di Asia. Dikutip dari The Independent, Senin (6/6/2011), konsumsi rebung di seluruh dunia hanya sekitar 2 juta ton/tahun dengan kontribusi terbesar adalah China yakni 1,3 juta ton/tahun
sumber : http://health.detik.com/read/2011/06/06/112259/1653826/763/makan-bambu-muda-bisa-langsing-dan-tak-mudah-kena-kanker?l991101755

Sabtu, 04 Juni 2011

Keuntungan Berhenti Merokok Dalam Hitungan Jam

akarta, Berhenti merokok adalah hal yang tidak mudah dilakukan, terutama pada seseorang yang sudah sangat kecanduan nikotin. Tapi jika berhasil berhenti merokok, ada keuntungan yang didapat dalam hitungan jam.

Untuk mencapai hal tersebut memang dibutuhkan niat, tekad dan komitmen yang kuat serta dukungan dari lingkungan sekitarnya. Namun hasil yang didapatkan akan jauh lebih memuaskan dari perjuangan yang dilakukan.

Efek yang didapatkan dari berhenti merokok mencakup berbagai hal termasuk mental dan fisik. Berikut ini adalah efek yang bisa didapatkan jika seseorang berhenti merokok, seperti dikutip dari Lifemojo, Jumat (3/6/2011) yaitu:

Dalam waktu 8 jam
Kadar nikotin dan karbon monoksida dalam darah akan sangat berkurang. Hal ini bisa menurunkan risiko serangan jantung dan kadar oksigen dalam darah akan meningkat ke jumlah normal.

Dalam waktu 24 jam
Risiko terkena serangan jantung semakin berkurang. Semua karbon monoksida dan nikotin akan keluar dari dalam tubuh. Serta ujung saraf mulai tumbuh kembali sehingga mengembalikan kemampuannya untuk meningkatkan sensor rasa dan bau.

Dalam waktu 48 jam
Ini adalah saat yang sulit karena efek samping akan muncul seperti sakit perut dan muntah. Tapi pada saat ini juga terjadi penurunan risiko kerusakan paru-paru dan menghentikan risiko kanker paru-paru.

Dalam waktu 72 jam
Tabung bronchial yang ada di tubuh mulai rileks sehingga membuat seseorang bisa bernapas lebih mudah lagi.

Dalam waktu 2 minggu
Fungsi paru-paru kembali meningkat hingga 30 persen sehingga memperbaiki sirkulasi darah dan membuat orang lebih mudah melakukan kegiatan. Meski kadang ditemukan gejala withdrawal seperti mudah tersinggung, sakit kepala dan kecemasan.

Dalam waktu 1-9 bulan
Penampilan fisik akan mulai membaik, seperti warna pucat kelabu di tubuh hilang, mengurangi kerut, mengurangi batuk, sesak napas, hidung tersumbat dan kelelahan. Selain itu rambut silia di paru-paru mulai berfungsi dengan baik dalam membersihkan lendir sehingga mengurangi risiko infeksi.

Dalam waktu 1 tahun
Risiko seseorang terkena penyakit jantung yang berhubungan dengan merokok akan berkurang sekitar 1,5 kali dibanding satu tahun lalu.

Dalam waktu 10 tahun
Risiko terkena serangan jantung dan kanker paru-paru akan berkurang hampir sama dengan orang yang tidak pernah merokok, serta mengurangi risiko kanker lainnya seperti mulut, tenggorokan, kandung kemih dan pankreas.
sumber : http://health.detik.com/read/2011/06/03/160627/1652740/763/keuntungan-berhenti-merokok-dalam-hitungan-jam?hlight